Pages

Subscribe:

Pengikut

Selasa, 11 Desember 2012

Kromosom


Satuan terkecil dari makhluk hidup adalah sel. Segala aktivitas sel diatur oleh inti sel (nukleus). Di dalam inti, terkandung substansi genetik yang terdapat dalam kromosom . Istilah kromosom diperkenalkan pertama kali oleh W. Waldeyer pada tahun 1888. Kromosom berasal dari kata chrome yang berarti warna dan soma  berarti badan. Kromosom dapat diartikan sebagai badan yang mampu menyerap warna.
1. Bentuk dan Ukuran KromosomJika inti sel mengandung informasi genetis, dalam bentuk apakah informasi tersebut dapat ditemukan? Berbagai penelitian telah menemukan adanya struktur spesifik dalam inti sel pada sel yang sedang membelah. Struktur tersebut dapat menyerap warna sehingga dinamakan kromosom. Setiap spesies memiliki jumlah kromosom yang khas. Sebagai contoh, kromosom pada sel manusia berjumlah 46 buah, tanaman kapas 52 buah kromosom, ayam kalkun 82 buah kromosom, dan beberapa jenis paku memiliki lebih dari 1.000 buah kromosom.
Kromosom tersusun atas DNA yang berkondensasi bersama protein histon  di dalam inti sel, membentuk struktur bernama  nukleosom. DNA ( deoxyribonucleic acid ) atau asam deoksiriboneukleat merupakan substansi
pembawa pembentuk nukleosom. Nukleosom-nukleosom berkelompok dan membentuk benang yang lebih kompak, yang dinamakan benang kromatin. Kromatin akan terlihat sebagai benang yang mengandung struktur manik-manik (beads on a string), yakni nukleosom.
Benang kromatin ini ditemukan di dalam inti sel. Ketika sel akan membelah, benang kromatin membentuk pilinan yang semakin padat sehingga dapat terlihat menggunakan mikroskop. Struktur yang dihasilkan oleh pengompakan benang kromatin tersebut dikenal sebagai  kromosom. Sebelum sel membelah, molekul DNA dari setiap kromosom berduplikasi sehingga terbentuk lengan kromosom ganda yang disebut  kromatid.
image
Pada kromosom terdapat suatu daerah terang yang tidak mengandung gen, dinamakan sentromer . Bagian ini memiliki peranan sangat penting pada proses pembelahan sel.  Di bagian inilah benang gelendong menempel untuk
bagian kromosom pada masing-masing kutub pembelahan yang berlawanan.
Benang gelendong melekat pada bagian sentromer, yakni kinetokor. Berdasarkan letak sentromer, kromosom dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk. Ada kromosom yang memiliki satu lengan dan ada pula yang memiliki dua lengan. Ada yang memiliki lengan sama panjang dan ada pula yang tidak. Bentuk-bentuk kromosom tersebut adalah:
1) telosentrik , yakni kromosom yang letak sentromernya berada di ujung kromosom;
2) akrosentrik, yakni kromosom yang letak sentromernya mendekati salah satu ujung kromosom;
3) submetasentrik, yakni kromosom yang letak sentromernya mendekati bagian tengah kromosom;
4) metasentrik, yakni kromosom yang letak sentromernya berada di tengah-tengah sehingga bentuk kromosom tampak seperti huruf V.
Bentuk Kromosom
2. Tipe Kromosom
Setiap organisme memiliki jumlah kromosom yang berbeda-beda, sebagai contohnya perhatikanlah Tabel 3.1. Sel tubuh manusia memiliki 23 pasang kromosom homolog. Jumlah macam kromosom homolog disebut ploid. Pada sel tubuh jumlahnya selalu berpasangan atau 2 set sehingga disebut  diploid  (di  = dua) atau 2 n. Sel gamet atau sel kelamin memiliki setengah dari jumlah kromosom tubuh atau 1 set kromosom akibat pembelahan meiosis. Jadi, sel sperma dan sel telur manusia hanya memiliki 23 kromosom, sedangkan sel kelamin lalat buah hanya memiliki 4 kromosom. Jumlah kromosom ini disebut  haploid  atau n.
Tabel Jumlah Kromosom Tubuh beberapa Organisme
image
Setiap makhluk hidup eukariotik selalu memiliki dua jenis kromosom, yaitu gonosom (kromosom kelamin) dan autosom (kromosom tubuh). Kedua jenis kromosom ini diperkenalkan kali pertama oleh  T. H. Montgomery.
a. Kromosom Tubuh (Autosom)
Autosom berfungsi mengatur dan mengendalikan sifat-sifat tubuh makhluk hidup. Kromosom ini tidak berperan dalam mengatur jenis kelamin. Autosom terdapat pada individu jantan dan individu betina dengan jumlah yang sama dan berpasangan (diploid).
b. Kromosom Kelamin (Gonosom)
Gonosom  memiliki banyak nama lain, di antaranya aelosom atau heterokromosom atau kromosom kelamin. Kromosom ini memiliki susunan pasangan yang berbeda pada individu jantan dan betina. Pada manusia gonosom berjumlah 1 pasang atau 2 buah kromosom. Jumlah tersebut sama dengan gonosom yang terdapat pada lalat buah.
image
Kromosm Drosophilla
Pada manusia dan lalat buah terdapat perbedaan gonosom antara jantan dan betina. Pada lalat buah jantan, satu gonosom berbentuk batang diberi simbol X dan satu gonosom berbentuk bengkok di beri simbol Y.  Dengan demikian gonosom jantan disimbolkan dengan XY. Pada betina kedua gonosom berbentuk batang dan disimbolkan dengan XX.
Oleh karena itu, jumlah kromosom lalat buah jantan dapat dituliskan 3AA
+ XY atau 6A + XY, sedangkan betina 3AA + XX atau 6A + XX. Adapun jumlah kromosom manusia laki-laki 22 AA + XY atau 44A + XX, sedangkan perempuan 22AA + XY atau 44A + XX.
Jumlah kromosom tubuh dapat mengalami kelainan antara lain oleh mutasi
atau kanker. Jika jumlah kromosomnya 3 set disebut  triploid , 4 set disebut
tetraploid, dan jika jumlahnya banyak disebut  poliploid. Sel kelamin (sel sperma atau sel telur) hanya memiliki satu kromosom kelamin (gonosom) sehingga sel kelamin dari betina hanya memiliki gonosom X. Adapun sel kelamin jantan memiliki gonosom X atau Y yang akan menentu-kan jenis kelamin individu setelah terjadi fertilisasi.

Jumat, 02 November 2012

spider's web


1.        Read the text below.
Spider’s Web
Most Spiders eat insect and some trap their  food in Webs. How a spider makes its web to get food is fascinating. First, a spider has to find the right location. This could be in a bush, a tree, or on a fence. The space has to be wide enough and the supports have to be strong  enough to hold the web. Most importantly, the web has to be near to the source of food. Once the location is right, the spider sets out to spin the web. This web is used to trap insects.
The skils is produced first in liquid form and then the air will help to solidify it and the strands form one very strong thread. The wind also helps to blow the tthreads to the opposite side and the spider will then fasten it safely to the support.
The spiders spin its web according to a design. A different silk is produced for each part of the web. The parts which will trap the insects are sticky. When the threads are in place, the spider moves to the center of the web and weaves a silky mattress for it to rest on. Soon enaough, an unsuspecting insect will come flying into the web and get itself trapped in the sticky web.
As it struggles, the movements of the insect will wake the spider and it will quickly move towards it. When the spider reaches the insect, it spins more webs around it until it is trapped completely. Then, the spider kills its prisoner with a sting and gets to enjoy its meal.
To survice, spiders trap their prey on their fascinating webs. No insects will be able to fly away once they have been trapped on the webs.

2.      Answer the questions below. Cross (x) the best answer.

       1.      What is the main function of webs for spiders ?
A.      To live in
B.      To trap their prey
C.      To reproduce
D.     To keep their food
E.      To protect themselves from their prey

        2.      What is NOT true about the webs ?
A.      The webs can be made in a bush.
B.      The webs can be found in trees
C.      The webs must be wde enough
D.     The webs must be far from other insects
E.      The supports of the webs have to be strong enough

         3.      What is the function of the wind ?
A.      To solidify the thread
B.      To form a very strong thread
C.      To help the thread reach the opposite side
D.     To fasten the thread
E.      To blow the spider to reach the opposite side

         4.      In what part will the prey be trapped?
A.      The center of the web
B.      The sticky part
C.      The silky mattress
D.     The part where the spider rests on
E.      Somewhere near the supports

         5.      What is the sign that a prey has been trapped in a spider’s web?
A.     The movement of the prey n the webs
B.      The sound of the prey
C.      The smell of the sticky parrts
D.     The smell of the prey
E.      The visual signal from the prey

         6.      In what part will the spider wait for its prey?
A.     In the center of the webs
B.      In the sticky part
C.      On the silky mattress
D.     Somewhere near the support
E.      Outside the web

          7.      Which is TRUE according to the passage?
A.     The spider attacks its prey by spinning more webs around it
B.      The spider will wait until its prey dies before eating it
C.      The prey dies because of the posion from the silky webs
D.     The spider kills its prey by injecting a poisonous liquid from its body
E.      The spider attacks its prey wtth its sting

          8.      “...then the air will help to solidify it...”(paragraph 2) what does “solidify” mean?
A.      To thicken
B.      To harden
C.      To fasten
D.     To widen
E.      To lengthen

          9.      “.... weaves a silky mattress for it to rest on.”(paragraph 3) what does “it” refer to?
A.      A silky mattress
B.      A spider
C.      The web
D.     The sticky part
E.      The thread

        10.  Look at the picture. Identify the part of the web pointed by the arrow.
A.      The sticky web
B.      The silky mattress
C.      The support
D.     The thread
E.      The strand.

MUNAKAHAT




A.    KETENTUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN






Artinya : “Mahasuci Allah yang menjadikan semua kejadian berpasang-pasangan dari sesuatu yang tumbuh dari bumi, dari mereka (manusia) dan dari sesuatu yang mereka tiada mengetahui.” (QS. Yaasin :36)
Di dunia ini Allah telah menciptakan segala sesuatu dengan cara berpasang-pasangan . bila ada siang tentu ada malam, ada panjang dan ada pendek. Hampir bisa dipastikan bahwa itu adalah keniscayaan yang universal. Bagi manusia, selain mereka diciptakan untuk berpasang-pasangan ; ada laki-laki dan ada perempuan, oleh Mahakuasa sengaja diberikan didalmnya hasrat untuk berkasih sayang, saling mencintai dan ber-ta’aruf.
Hidup berpasangan merupakan kehendak Allah kepada makhluk-Nya, sehingga makhluk-Nya dalam menjalani hidup di dunia dapat merasa nyaman dan tenteram. Selain itu, yang terpenting adalah rasa tenteram itu tercipta sebagai pelajaran kepada manusia untuk berpikir tentang Tuhan dan kekuasaan-Nya. Allah menegaskan :





Artinya : “ Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan kamu berpasang-pasangan (laki-laki dan perempuan). Dan tidak ada seorang perempuan mengandung dan tidak (pula) melahirkan melainkan dengan pengetahuan-Nya.” (Q.S. Fathir :11)

Jika melihat kebelakang, pernikahan telah dilakukan semenjak Adam AS. Dengan Hawa. Mereka membangun keluarga dan menjalani kehidupan dengan anak dan cucunya. Sistem pernikahan pada saat itu masih sederhana, dikarenakan jumlah populasi manusia masih sedikit, dan belum ada ketetapan atau peraturan dari Allah seputar persoalan pernikahan. Sehingga seorang kakakpun diperbolehkan untuk menikahi adiknya. Hal ini biasa disebut dengan pernikahan silang, pernikahan semacam ini masih berlaku dikalangan orang-orang Majusi.
Namun seiring dengan berjalannya waktu, dan Allah telah menurunkan petunjuk melalui rasul-rasul-Nya, masalah pernikahn menjadi persoalan terentu dan mendapatkan respon serius dari-Nya. Selanjutnya mengenai pernikahan ini Allah telah memberikan tuntunan atau ketetapan hukum yang mengatur persoalan pernikahan, muali dari syarat, rukun, dan sebagainya. Peraturan pernikahan dalam islam tak hanya mengatur boleh tidaknya nikah dengan saudara kandung saja, tapi juga kepada perempuan yang dikategorikan “Muhrim” yang tidak boleh dinikahi oleh sesama muhrimnya.
Namun hukum yang dibuat untuk keteraturan dan keselamatan umat manusia tidak diindahkan oleh manusia itu sendiri. Orang kemudian bisa dengan seenak hatinya menyalurkan hasrat biologis tanpa melalui jalur yang telah dibuat. Banyak manusia yang demi kepentingan dan hanya berlandaskan kebutuhan hawa nafsu biologis, dapat menjalin hubungan dengan sesamanya tanpa ikatan atau tidak dengan ketentuan hukum yang berlaku. Aturan yang seharusnya menjadi petunjuk dan tuntutan berubah menjadi peraturan yang kosong dan tak bermakna keberadaan dan kehadirannya.
Naluri manusia untuk menyalurkan hasrat biologisnya sering kali tidak dilakukan sesuai dengan prosedur atau tuntutan yang telah agama jelaskan. Apakah dia belum mendapatkan pengajaran tentang aturan tersebut ? Ia dengan bersuka cita berganti-ganti pasangan( kumpul kebo) , tak mengubris perintah agama yang sesungguhnya demi kebaikan dirinya juga.
Islam merubah sifat yang berbau kebinatangan semacam itu, dan mengangkat martabat seseorang kepada tingkat yang lebih tinnggi melalui pernikahan. Karena dengan prosedur yang diatur oleh agama inilah yang menyebabkan manusia dibedakan dengan hewan. Dengan melakukan peraturan yang telah ditentukan oleh agama itu akan membuat proses pernikahan menjadi lebih bermakna, teratur, tidak merugikan orang lain dan dapat dipertanggung jawabkan kelak.

1.   PENGERTIAN
Munakahat berarti pernikahan atau perkawinan. Kata dasar dari pernikahan adalah nikah. Menurut bahasa indonesia, kata nikah berarti berkumpul atau bersatu.Dalam berbagai pandangan, pengertian nikah dapat dibedakan : pertama menurut bahasa, kedua menurut syara’ (syariat), dan yang ketiga pendapat para ahli Ushul Fiqh.
Menurut bahasa, nikah bermakna penyatuan, perkumpulan, atau dapat diartikan sebagai akad atau hubungan badan.  Al-Fara’ mengatakan; “ An-Nukh”  merupakan sebutan yang digunakan untuk kemaluan. Dan Al-Azhari mengatakan, pengertian nikah dalam akar kata  bahasa Arab berarti hubungan badan, dan juga ia mengatakan bahwa berpasangan dapat diartikan sebagai nikah. Sedangkan Al-Farisi mengatakan nikah dapat berarti akad. Mengapa disebut akad? Karena akad merupakan jalan untuk terjalinnya hubungan antara kedua calon melalui kesepakatan, namun dapat berarti hubungan badan jika seorang mengatakan ia menikahi isterinya.
Di dalam kitab suci Al-Qur’an, banyak sekali ayat yang membicarakan tentang persoalan pernikahan, ada 103 ayat, baik dengan menggunakan kosa kata nikah yang berarti “berhimpun”  maupun kata zauwj yang bermakna berpasangan. Kata nikah dalam berbagai bentuknya disebut sebanyak 23 kali, sementara kata zauwj ditemukan sebanyak 81 kali.
Musdah mulia mengatakan bahwa dari kajian terhadap semua ayat-ayat membahs pernikahan tersebut, dapat disimpulkan beberapa prinsip utama atau dasar yang semestinya  menjadi landasan dalam pernikahan. Pertama, prinsip monogami,; kedua, prinsip mawadah warahmah ( cinta dan kasih sayang); ketiga, prinsip saling melengkapi dan melindungi; keempat  mu’asyarah bil ma’ruf (pergaulan yang sopan dan santun) dan kelima, prinsip kebebasan dalam memilih jodoh bagi laki-laki dan perempuan sepanjang tidak melanggar ketentuan syari’ah.
Sedangkan niakh menurut syara’ yaitu akad yang membolehkan seorang laki-laki berhubungan kelamin dengan perempuan. Pelaksanaan akad nikah akan dianggap sah apabila didalamnya menggunakan tuturan, ini merupakan kesepakatan para ulama mazhab. Mazhab hanafi berpendapat bahwa  dalam akad boleh menggunakan segala “ redaksi” asalkan menunjukkan maksud menikah, bahkan menggunakan kata al-Hibah( penyerahan), al-Atha’(pemberian), al-lbahah(pembolehan), dan lain sebagainya, sepanjang akad tersebut disertai dengan kata-kata yang berhubungan dengan nikah.
Sementara pengertian nikah dalam pandangan para ahli Ushul Fiqh berkembang menjadi beberapa macam pendapat mengenai  lafadz nikah.
Pertama, dari para ahli Ushul Fiqh golongn hanafi mengatakan nikah menurut arti sebenarnya berarti setubuh(bahda’a) dan menurut arti majazinya(kiasan) berarti akad, yang dengan akad itu dapat menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dengan perempuan. Bila kita lihat lebih dalam dari pernyataan tadi, maka hukum laki-laki yang mengawini perempuan yang pernah bersetubuh dengan bapak dari laki-lki tersebut dengan tidak melalui pernikahan (zina), hukumnya haram. Sedangkan anak perempuan hasil dari hubungan yang tidak sah antara laki-laki dan perempuan , tidak boleh dinikahi oelh laki-laki tersebut. Karena bagaimanapun anak perempuan itu tidak memiliki hak atas waris dan perwalian nikah dari bapaknya tersebut.
Kedua, dari ahli Ushul Fiqh golongan syafi’i berpendapat bahwa nikah menurut arti hakikinya berarti akad yang dapat menghalalkan hubungan kelamin antar laki-laki dengan perempuan. Dan menurut arti majazinya berarti bersetubuh. Dengan begitu perempuan yang disetubuhi secara tidak sah oleh seorang laki-laki, boleh dinikahi oleh anak laki-lakinya tersebut dan sebaliknya. Bahkan laki-laki itu boleh menjauhi perempuan hasil dari hubungan gelapnya. Karena menurut pengertian mazhab syafi’i  tidak ada hubungan nasab antara laki-laki tersebut dengan perempuan hasil dari perzinahannya, yaitu tidak ada akad karena hanya dengan akad nasab akan terjalin.
Pendapat Imam syafi’i dinilai oleh banyak kalangan sebagai pendapat paling ekstrem di antara imam yang lain. Sedangkan imam Hanafi dipandang  sebagai imam paling moderat dalam persoalan ini. Pandangan Imam Syafi’i tentang nikah sama persis dengan proses transaksi jual beli barang,. Syarat-syarat yang diajukan oleh Imam Syafi’i dalam pernikahan sama dengan syarat yang harus ada dalam transaksi jual beli barang : penjual, pembeli, barang yang diperjualbelikan, harga, dan sighat(ijab qabul) . ini bisa dilihat syrat-syarat nikah yang diajukan oleh Imam Syafi’i , dari keberadaan wali ( sebagai penjual), mempelai laki-laki (sebagai pembeli), mempelai perempuan( sebagai barang yang diperjual beilkan) dan sighat( sebagai ijab kabul).
Posisi mempelai laki-laki sebagai pembeli diharuskan untuk membayar mahar. Pihak mempelai perempuan sebagai barang yang diperjualbelikan diminta oleh pihak mempelai laki-laki dari wali dengan lafal “ saya nikahi putri anda dengan mahar sekian....” dan dijawab pihak wali perempuan , “ saya terima nikah anda dengan mahar yang telah disebutkan. “ proses ini tidak berbeda dengan transaksi jual beli barang, tinggal mengganti “ nikah” dengan “beli” dan “perempuan” diganti dengan barang apapun; rumah, mobil dan lain-lain. Posisi wali memiliki kedudukan sebagai penjual karena berhak menerima permintaan nikah dari pihak laki-laki.
Pendapat lain yang berkaitan denga uraian di atas, disampaikan oleh imam Zamakhsyari. Ia mengatakan bahwa dalam Al-Qu’an banyak kata nikah yang berpengertian sebagai akad, dan tidak ada kata nikah dalam Al-Qur’an melainkan diartikan sebagai akad.  Bila diartikan sebagai kiasannya maka kata yang dipakai “ Mulasamah” atau “Mumasah” yang artinya: menyentuh. Sedangkan dalam kitabnya  yaitu Al-Kasysyaaf, Zamakhsari mengartikan lafadz nikah dengan wathi’( bersetubuh) karena apabila diartikan dengan akad, tidak akan sesuai dengan maksud ayatnya. Dengan demikian Zamakhsyari memandang kata nikah dalam Al-Qur’an memiliki arti yang lengkap, yang disebut dengan “ Lafad Musytarak.” Ibnu Hajar menambahkan bahwasanya beliau sependapat dengan apa yang telah diuraikan Zamakhsyari apabila menggunak pengertian jima’ akan mengarah kepada hal yang tabu untuk disebutkan.
Pendapat yang dikemukakan oleh Imam  Zamakhsyari dan Ibnu Hajar semakin menguatkan apa yang telah diuraikan oleh Imam Haanafi. Hanya saja kalau dibandingkan antara golongan Hanafi dan golongan Syafi’i masing-masing memiliki argumentasi yang baik tentang pengertian nikah. Namun dalam penggunaan dalil Imam Syafi’i lebih kuat daripada Imam Hanafi dekarenakan Imam Syafi’i melihat dari sudut pandang syariatnya, sedangkan Imam Hanafi melihat dari sudut pandang bahasanya.
Ada juga pendapat ketiga dari bberapa ahli Ushul Fiqh, diantaranya adalah Abu Al-Qasim Az-Zajjad, Imam Yahya, Ibnu Hamz, dan sebagian ahli Ushul Fiqh dari sahabat Abu Hanifah bersyarikat. Kelompok ini berpandangan bahwa arti dari menikah adalah diantara bersetubuh dengan akad.

2.         HUKUM NIKAH
“Sebuah perkara itu tergantung pada alasan atau sebabnya”.  Nikah bisa saja wajib, sunah, mubah, makhruh, bahkan haram, dengan melihat keadaan orang yang hendak melangsungkan pernikahan.  Maka bila ingin melakukan pernikahan setidaknya didasari  dengan melihat mampu tidaknya seseorang dalam hal ; melaksanakan kewajiban untuk memberikan hak lahiriah baik sebagai seorang suami atau seorang istri, dan kesanggupannya dalam memelihara diri dari nafsu batiniah, sehingga tidak dikhawatirkan dapat terjerumus ke dalam perbuatan yang tidak sejalan dengan ajaran agama.
a.       Mubah
Menurut sabagian besar ulama, hukum nikah pada dasarnya adalah mubah atau jaiz,  artinya boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan. Jika dikerjakan tidak mendapat pahala, dan jika ditinggalkan tidak berdosa. Apabila seseorang telah memenuhi syarat untuk melangsungkan  pernikahan , minimal untuk melakukan akad. Pernikahannya juga merupakan ibadah dalam islam. Perbuatannya untuk melangsungkan pernikahan walaupun dalam keadaan demikian itu halal baginya, maka janganlah menghalangi atau mencela perbuatan itu. Kebolehan seseorang dalam melakukan pernikahan merupakan hak sepenuhnya, namun bukan berarti kebolehan itu tanpa adanya kewajiban yang harus dipenuhi di hari depan kelak.

b.      Sunah
Sunah artinya boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan. Jika dikerjakan mendapat pahala dan jika ditinggalkan tidak berdosa.  Bagi orang yang ingin menikah, mampu menikah, dan mampu pula mengendalikan diri dari perzinahan –walaupun tidak segera menikah – maka hukum nikah adalah sunah. Rasulullah bersabda :



Artinya :” wahai para pemuda, jika diantara kamu sudah memiliki kemampuan untuk menikah, hendaklah ia menikah, karena pernikahan itu dapat menjaga pandangan mata dan lebih memelihara kelamin (kehormatan); dan barang siapa tidak mampu menikah, hendaklah ia berpuasa, sebab puasa itu jadi penjaga baginya.”(HR.Bukhari dan Muslim)


Artinya : “ nikah adalah sebagian dari sunnahku, siapa saja tidak suka terhadap sunnahku, maka tidak termasuk golonganku.” (HR. Bukhari).
c.         Wajib
Wajib berarti sesuatu yang harus dikerjakan dan apabila ditinggalkan berdosa. Apabila seseorang mempunyai keinginan kuat untuk melakukan hubungan dengan lawan jenisnya dan kurang mampu untuk menahan, sedangkan ia dianggap mampu dalam urusan duniawi, maka hukum nikah baginya adalah wajib. Dikarenakan jika tidak segera menikah, besar kemungkinan dapat mendekati atau bahkan masuk ke dalam perzinahan. Ini merupakan sebab utama mengapa seorang diwajibkan untuk melakukan pernikahan. Hanya dengan pernikahan seorang dapat melakukan hubungan badan dengan halal, apabila ia tidak menikah maka ia telah melakukan dosa.
d.        Makruh
Nikah dapat menjadi makruh hukumnya, apabila seorang laki-laki menikah yang dengan nikahnya itu dapat membawa istri dan anaknya kepada kesengsaraan, dikarenakan dia belum mampu dalam memenuhi kewajibannya sebagai suami untuk memberikan nafkah. Walaupun ia tidak berdosa ketika melakukan pernikahan itu, tetapi sebaiknya jangan dilakukan.
e.         Haram
Nikah menjadi haram apabila seseorang yang hendak menikah tidak mampu untuk memberikan nafkah kepada anak istrinya, bahkan untuk dirinya sendiri tidak mampu karena tidak memiliki sumber penghasilan. Atau besar kemungkinan dengan menikah akan menjadi jalan untuk ia berbuat kezaliman kepada istri dan anaknya.

3.      TUJUAN PERNIKAHAN
Tidak bisa disangkal bahwa ikatan pernikahan itu merupakan dasar terbentuknya rumah tangga. Tidak ada rumah tangga bisa tercipta dengan baik, tanpa melalui ikatan pernikahan. Untuk bisa mewujudkan suatu rumah tangga yang Islami, orang perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
1.      Pernikahan merupakan pangkal ikatan kemasyarakatan
Dari pernikahan akan tersusun suatu keluarga, dari keluarga akan tercipta ikatan antarkeluarga, antarsuku, antarkelompok, dan antarbangsa. Hikmah dari pernikahan Rasulullah s.a.w. antarsuku adalah terciptanya ikatan diantara suku-suku tersebut, sehingga terciptanya ikatan diantara mereka. Islam menganjurkan supaya umatnya saling mengerti dan mengenal antarsuku dan antarbangsa. Allah berfirman :



“Hai manusia, kami menciptakan kamu dari laki-laki dan wanita. Lalu kami jadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku- suku, agar kamu saling mengenal. Sungguh yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah adalah yang paling taqwa.” ( QS. Al-Hujarat: 13)
Pernikahan merupakan salah satu cara untuk menumbuhkan sifat saling mengenal dan sifat saling menghargai. Rasulullah s.a.w. mengajarkan, hendaknya seseorang tidak menikah dengan familinya sendiri. Anjuran ini sangat penting dalam menjaga ikatan antarfamili, karena apabila ikatan pernikahan itu putus, akan berakibat putusnya pula ikatan kedua keluarga itu. Keterkaitan di dalam keluarga adalah keterikatan antar individu dengan suami istri dan anak-anaknya, dengan mengorbankan perasaan perseorangan demi kesatuan dalam keluarga. Seorang suami bersedia memikul tanggung jawab yang berat dalm menghadapi tantangan hidup sehari-hari dengan rasa senang dan semangat yang menyala – nyala. Karena ia menyadari bahwa yang ia kerjakan itu bukan untuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi juga untuk orang-orang yang ia cintai, yaitu istri dan anak- anaknya.
Rasa kesatuan dalam masyarakat akan menumbuhkan semangat dan cinta terhadap sesama. Sifat ini akan mendorong seseorang berani berkorban dalam menghadapi kesulitan- kesulitan hidup. Menurut para ahli, sikap rela berkorban lebih banyak dilakukan oleh orang-orang yang sudah berkeluarga. Seseorang yang sudah berkeluarga merasa bahwa pengorbanan yang ia lakukan bukan hanya pribadinya sendiri, melainkan juga pengorbanan yang ia lakukan bukan hanya anak dan istrinya. Dengan kata lain, sekalipun seseorang terikat dengan kesulitan yang meminta pengorbanan pengorbanan pribadinya, maka ia akan berpikir lebih panjang lagi. Sebab pengorbanan pribadinya akan berpengaruh bagi masa depan keluarganya, dengan kata lain bahwa keluarganya akan ikut menjadi korban. Inilah sebagai bukti keterikatan seseorang yang sangat kuat dengan keluarganya sebagai hasil pernikahan.

2.       Bertujuan memenuhi kebutuhan biologis dan psikologis
              Sifat – sifat biologis maupun psikologis. Semua kebutuhan itu harus dipenuhi, sebab kalau tidak dipenuhi akan berakibat terjadinya kelainan- kelainan pada diri orang tersebut. Di antara sekian banyak kebutuhan tersebut, salah satunya adalah kebutuhan seksual. Kebutuhan seksual ini menempati urusan ketiga setelah kebutuhan makan dan minum.
              Dorongan kebutuhan seksual antara seseorang dengan yang lainnya, tingkatannya berbeda-beda. Hal ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan faktor – faktor biologis dari individu yang bersangkutan. Bahkan, ada pula orang yang tidak punya hasrat seksual sama sekali, sehingga orang tersebut menolak untuk nikah. Menurut agama Islam, keengganan untuk pernikahan bukan hanya didasarkan pada kepentingan individu, tetapi juga mengikat kepentingan masyarakat. Seseorang yang tidak menikah, dikhawatirkan akan terjerumus ke dalam kehidupan maksiat. Allah telah menciptakan manusia berpasang-pasangan. Dengan demikian, pernikahan itu sendiri merupakan sunatullah dan sunatul Islam.
              Selain sebagai kebutuhan biologis, pernikahan juga merupakan kebutuhan psikologis. Apabila kebutuhan psikologis seseorang tidak terpenuhi, maka akan berpengaruh pula terhadap aktivitas fisik. Dampak negatifnya bisa berupa takanan batin (stres), kelainan sikap dari kebiasaan normal, dan sebagainya. Untuk mengurangi dorongan seksual, dapat dilakukan dengan jalan menjauhkan diri dari hal-hal yang dapat memberikan rangsangan atau mengurangi makanan yang dapat menambah dorongan tersebut. Menurut tuntunan Islam, jalan yang terbaik adalah melalui pernikahan, tetapi bagi orang yang belum mampu untuk menikah, maka dianjurkan untuk melaksanakan shaum, Allah berfirman:




              “ Dan diantara tanda-tanda kekuasaan –Nya, ialah Dia yang menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan –Nya diantara kamu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” ( QS. Ar-Rum:21)
              Ketentraman batin dan kasih sayang yang dirasakan seseorang didalam pernikahan merupakan kepuasan psikologis yang tidak dipaksakan diluar pernikahan.  Ketentraman ini bukanlah seperti ketentraman yang diperoleh seseorang karena terlepas dari bermacam-macam  kesulitan pikiran dan bukan pula ketentraman yang diperoleh dari benda-benda yang menyenangkan. Tetapi ketentraman yang diperoleh karena kepuasaan hati yang dilandasi cinta. Ikatan antara suami-istri, berbeda dengan ikatan cinta antar teman. Ikatan cinta antara suami istri mengandung rahasia yang hanya Allah sajalah yang mengetahuinya. Bagi orang-orang yang mau menghayati tanda-tanda kebesaran Allah, akan merasakan bahwa pernikahan betul-betul merupakan ikatan kedua hati yang menyatu. Sedangkan hubungan tanpa pernikahan secara syara’ (syariat) hanya merupakan hubungan lahiriah, tetapi hati dan perasaannya tetap terpisah. Dengan sendirinya hubungan yang demikian itu akan dapat menciptakan kebahagiaan yang sebenarnya.
              Dengan demikian, kita dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa pernikahan itu merupakan sunatul Islam yang sesuai dengan fitrah manusia. Allah brfirman :


              “Maha suci ( Allah) yang telah menciptakan berpasang-pasangan segala sesuatu yang dihasilkan oleh bumi , dari diri mereka sendiri dan dari apa-apa yang mereka tidak tahu”. (QS: Yasin :36)
Rasulullah s.a.w bersabda :
              Barang siapa menykai fitrahku, maka ia harus mengikuti sunahku, dan salah satu sunahku adalah nikah.”
              Ajaran Islam sesuai dengan fitrah dan hukum alam. Hukum alam merupakan ketentuan yang diletakkan Allah pada alam ini, dan itulah sunahtullah.

3.      Pernikahan bermanfaat agar orang terhindar dari penyakit.
              Para dokter dan ahli medis berpendapat bahwa hubungan di luar pernikahan dapat menyebabkan penyakit yang berbahaya, yaitu penyakit sifilis atau raja singa, aids, dan sebagainya. Penyakit ini sangat sulit pencegahannya. Sehingga para dokter di Amerika menganjurkan agar para tuna susila memeriksakan diri setiap minggu, walaupun dalam pelaksanaannya mengalami kesulitan, karena para tuna susila itu melakukan propesinya setiap hari. Jadi mereka mengadakan penularan penyakit itu secara terus menerus. Akhirnya apa yang dilakukan oleh para dokter dan ahli medis Amerika itu mengalami kegagalan, walaupun pelaksanaanya dibawah naungan undang-undang.
              Islam dengan ajaran kemanusiannya, dengan tegas melarang orang mengadakan hubungan jenis kelamin diluar pernikahan sebagaimana Allah melarang pemuda dan pemudi yang baik- baik untuk nikah dengan pezina.Allah berfirman:




              “Laki-laki yang berzina tidak menikahi melainkan perempuan yang berzina,atau perempuan yang musyrik, dan perempuan yang berzina tidak dinikahi melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki–laki yang musyrik,dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmim”.
(QS.An-Nur:3)
              Sesuai dengan dalil-dalil yang terdapat dalam ayat-ayat al-Quran. Maka saya berpendapat bahwa pernikahan antara orang yang baik-baik dengan wanita pelacur adalah tidak sah. Disamping itu, pernikahan dengan tuna susila, dapat pula menurunkan penyakit pada keturunan. Ini bukanlah semata-mata kesalahan perseorangan, tetapi juga kesalahan masyarakat secara keseluruhan.
              Sejak semula ajaran Islam telah melarang zina, dengan sendirinya telah menutup segala kemungkinan bagi berkembangnya penyakit raja singa dan aids tersebut. Lain halnya dengan undang-undang yang dibuat oleh manusia yang hanya bersifat mengurangi kemungkinan penularan. Dengan kata lain, mereka memperolehkan zina. Kemudian setelah penyakit penyakit tersebut terjangkit dan melanda sebagian besar pezina, barulah mereka berusaha mengobatinya. Sesungguhnya Allah telah memberikan peraturan yang terbaik bagi manusia, karena Dia-lah yang menciptakan manusia beserta alam semesta ini. Allah berfirman:


              “ Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui ( yang kamu lahirkan dan rahasiakan) dan Dia Mahahalus lagi Maha Mengetahui?”(QS.Al-Mulk: 14)
Proses penciptaan manusia yang bermula dari Adam dan Hawa, dijelaskan dalam firman Allah:


              “ Dan Allah menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari sperma, kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan)”.
              Pernikahan itu merupakan peraturan atau ketentuan kemasyarakatan yang sangat agung. Itulah undang-undang samawi yang telah mengharamkan hubungan tanpa nikah secara syar’i.
              Sebagian para pemuda dan pemudi menganggap bahwa hubungan bebas tanpa nikah merupakan hal yang wajar untuk menyalurkan nafsu syahwat dengan siapa dan kapan saja mereka kehendaki.
              Tetapi apabila telah lewat masa muda itu, maka mereka baru menyadari bahwa pandangan yang demikian sangatlah berbahaya, baik terhadap individu maupun masyarakat. Apabila seseorang tidak menemukan jalan untuk mengekang nafsu syahwatnya, maka ia akan merasakan tidak adanya ketenangan. Hilangnya ketenangan dan kestabilan ini akan mendorong seseorang untuk memuaskan nafsu seksualnya dengan setiap wanita yang ia lihat. Bila keinginan seksual itu tidak terpenuhi, maka ia akan merasa kecewa seolah-olah ditimpa malapetaka. Tetapi apabila keinginan ini dituruti, berarti ia telah menghancurkan dirinya sendiri. Ia akan diperbudak oleh wanita-wanita yang tidak bermoral. Dengan demikian, hitunglah ketinggian nilai-nilai kemanusiaan, berubah menjadi fitnah yang menjerumuskan ke lembah kehinaan.
              Sebagian orang menganggap bahwa pendapat saya sudah terlalu jauh menyimpang, tidak tidak sesuai dengan pendapat para dokter dan para sosiolog Barat. Pendapat saya didasarkan atas pengakuan dan penyesalan dari mereka yang terlibat dalam perbuatan dari mereka yang hina itu. Memang apabila dilihat dari luar, seolah-olah mereka bahagia, tetapi sebenarnya perasaan mereka sangat tersiksa. Islam adalah sebaik-baik ajaran yang mengatur akhlak para pemeluknya. Ajaran yang menjaga dan melindungi kesehatan, baik kesehatan fisik ataupun akhlak dan kepribadian. Islam merupakan ruh bagi manusia dan cahaya bagi kehidupan, baik individu maupun masyarakat, yang mengantarkan manusia menuju kehidupan yang bernilai tinggi. Allah berfirman:




              “ Dan apakah orang yang sudah mati kemudian kami hidupkan dan kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya?” (QS. Al- An’am: 122)
4.      Untuk menikmati kesenangan
              Pernikahan itu bukanlah semata-mata beban yang berat, tetapi juga mempunyai kenikmatan dan kesenangan, karena kesenangan akan mendorong seseorang untuk giat dan terus bekerja serta rela berkorban. Hanya saja Islam memberikan ketentuan agar didalam mencari kesenangan itu tidak melanggar batas-batas yang telah ditentukan. Allah berfirman:




              “Katakanlah: ‘ Siapa yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya, dan (siapa pulakah yang megharamkan) rezki yang baik?’ Katakanlah: ‘Semuanya itu (disediakan ) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat’.” ( QS. Al-A’raf:32)
Rasulullah bersabda:
              “Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah perhiasan wanita salehah.”
5.      Pernikahan untuk mendapatkan keturunan.
Dalam hal ini ada dua tujuan, yaitu:
à   Untuk memenuhi kebutuhan seseorang karena sifat manusia yang ingin melihat gambaran dirinya terlukis pada anaknya. Seorang anak akan menjadi pewaris dan melanjutkan keturunan. Jadi dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa anak juga merupakan perhiasan, seperti halnya harta, pangkat dan kedudukan.Allah berfirman:



“ Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia…..” (QS.Al-Kahfi: 46)
Bersenang-senang dengan perhiasan dunia adalah mubah, selama kita tetap menunaikan hak-hak Allah dan Hamba-Nya

à   Untuk menjaga kelangsungan kehidupan di bumi ini, demi kemakmuran alam semesta. Allah menciptakan manusia dan menyuruhnya nikah, mempunyai tujuan agar kehidupan ini berlangsung terus. Rasulullah bersabda:
“Saling nikahlah kamu, agar kamu menurunkan keturunan, dan saya merasa bangga dengan banyak umat diantara kamu di Hari Kiamat.”
6.        Pernikahan sebagai pelaksanaan ajaran Islam
              Barang siapa menghindari pernikahan, berarti ia telah meninggalkan sebagian dari ajaran agamanya. Rasulullah menganjurkan umatnya untuk menikah sebagaimana sabdanya:
              “Hai para pemuda, barang siapa di antara kamu yang telah mampu nikah, hendaklah nikah. Sesungguhnya ia bisa menundukkan pandangan mata dan lebih bisa menjaga kemaluannya. Barang siapa yang tidak sanggup, maka sebaiknya berpuasa saja. Sesungguhnya itu akan menciptakan keseimbangan.”
Dari hadist tersebut, Rasulullah menekankan tujuan pernikahan dalam dua hal:
à   Untuk menghindarkan diri dari perbuatan maksiat, dengan jalan menjaga pandangan mata.
à   Merupakan jalan bagi seseorang agar terhindar dari perbuatan zina.
              Walaupun Islam mendorong seseorang untuk nikah,tetapi banyak persyaratan yang harus terpenuhi. Diantara persyaratan tersebut yaitu kemampuan untuk berdiri sendiri memikul tanggung jawab dan problem hidup suami-istri.
Rasulullah bersabda:
              “Barang siapa telah mampu untuk nikah tetapi tidak nikah, maka ia bukan dari golonganku.”
              Bagi seseorang yang belum memenuhi persyaratan, maka tidaklah diperkenankan untuk menikah. Sebab apabila pernikahan tersebut tetap juga dilaksanakan, dikhawatirkan akan terjadi beberapa permasalahan di kemudian hari. Permasalahan itu bukan saja berakibat pada dirinya sendiri, tetapi juga bagi anak-anak, istri dan masyarakat.oleh karena itu, Allah menganjurkan kepada orang-orang yang belum mampu untuk menikah agar bersabar dan menahan diri.



              “Dan orang-orang yang tidak mampu nikah hendaklah menjaga kesucian dirinya, sehingga Allah memampukan (dirinya) dengan karunia-Nya.(QS.An-Nur:33)
              Islam melarang seseorang melaksanakan pernikahan sementara dia sendiri belum mampu. Padahal dorongan syahwat yang tidak terpenuhi akan berakibat kurang baik bagi dirinya. Dilain pihak, Islam juga melarang seseorang yang tidak mau menikah.Dalam mengatasi masalah ini, Islam memberikan jalan keluar sebagai berikut;
Jalan pertama: Yaitu shiam(puasa).
              Disamping shiam mempunyai tujuan utama sebagai ibadah kepada Allah, shiam juga mengurangi dorongan syahwat. Karena dengan shiam, orang dituntut untuk mampu menahan hawa nafsunya, mengendalikan diri dari perbuatan-perbuatan maksiat.
Jalan kedua: Yaitu isti’faf ( menjaga diri dari maksiat).
              Para ahli psikologi berpendapat apabila seseorang tidak dapat memenuhi dorongan seksualnya maka ia akan mengalami gangguan kepribadian. Tetapi apabila seseorang di dalam menahan gejolak seksual itu selalu mengingat akibat buruk yang ditimbulkannya, maka gangguan kepribadian itu tidak akan terjadi.Allah telah memperingatkan agar orang tetap terjaga dari perbuatan zina, seperti yang difirmankan dalam Al-Quran:


              Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang amat buruk.”(QS.Al-Isra:32)
              Isti’faf ini merupakan usaha untuk melepaskan diri secara psikologis dari gejolak seksual. Melalui cara ini, tidak akan membahayakan bagi kehidupan seksual seseorang karena nafsu seksual itu akan pulih kembali setelah orang tersebut melangsungkan pernikahan.
Jalan ketiga: Yaitu dengan meringankan syarat-syarat pernikahan.
              Diharapkan agar pemerintah, orang tua atau wali dapat mempermudah pernikahan anak-anak mereka. Lebih-lebih lagi, bagi fakir miskin yang tidak mampu untuk menikah.
Allah berfirman:

             
              “Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang- orang yang layak(nikah) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas Pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.”(QS. An-Nur:32)
Rasulullah bersabda:
              “ Bila seseorang melamar ( anakmu) kepadamu dan kamu senang agama dan pribadinya, maka nikahkanlah ia (dengan anakmu).”
Ada tiga golongan yang pasti akan ditolong Allah:
à   Orang yang berjuang di jalan Allah SWT.
à   Seorang budak yang ingin menebus dirinya.
à   Seseorang yang nikah karena ingin menjaga dirinya dari perbuatan maksiat.
              Para ulama berpendapat, apabila pemerintah tidak mampu untuk menikahkan fakir miskin yang sudah masanya untuk nikah, maka badan-badan sosial harus turun tangan.
              Masyarakat wajib membantu, sehingga mereka tidak selamanya membujang, karena nikah bukan hanya menyangkut kepentingan individu saja, tetapi juga kepentingan sosial. Dengan menikahkan orang-orang yang tidak mampu tersebut, berarti kita telah mencegah mereka dari perbuatan zina.

4.      RUKUN NIKAH
Rukun nikah berarti ketentuan-ketentuan dalam pernikahan yang harus dipenuhi agar pernikahan itu sah. Rukun islam tersebut ada lima macam yakni sebagai berikut :
A.      Ada calon suami, dengan syarat : laki-laki yang sudah berusia dewasa (19 tahun), beragama islam, tidak dipaksa / terpaksa, tidak sedang dalam ihram haji atau umrah, dan bukan mahram calon istrinya.
B.       Ada calon istri, dengan syarat : wanita yang sudah cukup umur ( 16 tahun) ; bukan perempuan musyrik, tidak dalam ikatan perkawinan dengan orang lain, bukan mahram bagi calon suami dan tidak dalam keadaan ihram haji atau umrah.
C.       Ada wali nikah, yaitu orang yang menikahkan mempelai laki-laki dengan mempelai wanita atau mengizinkan pernikahannya. Rasulullah SAW bersabda sebagai berikut :


Artinya :”  Dari ‘Aisyah r.a. ia berkata, ‘Rasulullah SAW telah bersabda, “Siapapun perempuan yang  menikah dengan tidak seizin walinya, maka batallah pernikahannya.’ (HR. Imam yang empat, kecuali An-Nasai dan disahkan oleh Abu ‘Awamah, Ibnu Hibban, dan Al- Hakim)
Wali nikah dapat dibagi menjadi dua macam:
1.      Wali Nasab, yaitu wali yang mempunyai pertalian darah dengan mempelai wanita yang akan dinikahkan. Urutan wali nasab :
a.       Ayah kandung
b.      Kakek dari ayah
c.       Saudara laki-laki ayah dan seibu
d.      Saudara laki-laki seayah saja
e.       Anak laki-laki dari saudara yang seayah dan seibu
f.       Anak laki-laki dari saudara yang seayah saja
g.      Saudara laki-laki ayah
h.      Anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah (sepupu)
Urutan diatas harus dijaga. Kalau wali nomor urut 1 masih ada dan memenuhu syarat, maka tidak sah pernikahan yang dilakukan oleh wali nomor urut 2 dan seterusnya.

2.        Wali hakim, yaitu kepala negara yang beragama islam. Di indonesia, wewenang presiden sebagai wali hakim dilimpahkan kepadda pembantunya, yaitu Menteri Agama. Kemudian Menteri Agama mengangkat pembantunya untuk bertindak sebagai wali hakim, yaitu kepala Kantor Urusan Agama Islam yang berada di setiap kecamatan. Wali Hakim bertindak sebagai wali nikah, jika wali nasab tidak ada atau tidak bisa memenuhi tugasnya.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang wali nikah adalah sebagai berikut:
a.       Beragama Islam, orang yang tidak beragama Islam tidak sah menjadi wali nikah. Seperti firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surah Ali ‘Imran ayat 28
b.      Laki-laki
c.       Baligh dan berakal
d.      Merdeka dan bukan hamba sahaya
e.       Bersifat adil
f.       Tidak sedang ihram haji atau umrah

D.      Ada dua orang saksi. Selain itu  dalam pernikahan juga diperlukan dua orang saksi, dengan syarat beragama Islam. Laki-laki, baligh, berakal sehat , dapat mendengar, dapat melihat, dapat berbicara, adil, dan tidak sedang ihram haji atau umrah.
E.     Ada akad nikah yakni ucapan ijab kabul. Ijab adalah ucapan wali ( dari pihak mempelai wanita), sebagai penyerahan kepada mempelai laki-laki. Qabul adalah ucapan mempelai laki-laki sebagai tanda penerimaan. Suami wajib memberikan mas kawin (mahar) kepada istrinya, karena merupakan syarat nikah, tetapi mengucapkannya dalam akad nikah hukumnya sunah. Suruhan untuk memberikan mas kawin terdapat dalam Al-Qur’an:


Artinya : “berikanlah mas kawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan...” (Q.S. An-Nisa, 4: 4)
Selesai akad nikah diadakan walimah, yaitu pesta pernikahan. Hukum mengadakan walimah adalah sunah muakkad. Rasulullah SAW bersabda :
”adakanlah walimah walaupun hanya dengan memotong seekor kambing.”( H.R. Bukhari dan Muslim)
Menghadiri walimah bagi yang diundang hukumnya wajib, kecuali kalau ada uzur (halangan) seperti sakit. Rasulullah SAW bersabda :
”Orang yang sengaja tidak mengabulkan undangan walimah berarti durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya.” (H.R. Muslim)

5.             MAHRAM DAN MUHRIM
Mahram adalah orang perempuan atau laki-laki termasuk sanak saudara dekat karena keturunan, sesusuan, atau hubungan perkawinan sehingga tidak boleh menikah di antara keduanya. Penggunaan kata muhrim untuk mahram perlu dicermati.
Muhrim dalam bahasa Arab berarti orang yang sedang mengerjakan ihram (haji atau umrah). Tetapi bahasa indonesia menggunakan kata muhrim dengan arti semakna dengan mahram (haram menikah).

Mahram sebab keturunan
Mahram sebab keturunan ada tujuh.  Tidak ada perbedaan diantara para ulama. Allah berfirman : “ Diharamkan  atas kamu untuk (mengawini) 1. Ibu-ibumu; 2.anak-anakmu yang perempuan; 3. Saudara-saudaramu yang perempuan; 4. Saudara-saudara ayahmu yang perempuan; 5.  Saudara-saudara ibumu yang perempuan; 6. Anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; 7. Anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan.” (An-Nisa 4:23)
Dari ayat ini jumhurul ulama , Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal memasukkan anak dari perzinahan menjadi haram, dengan berdalil pada keumuman firman Allah “anak-anakmu yang perempuan”(An-Nisa 4:23) diriwayatkan dari Imam Asy-Syafi’iy, bahwa ia cenderung tidak menjadikan Mahram (berarti boleh dinikahi)anak hasil zina,  sebab ia bukan anak yang sah (dari bapak pelaku)secara syari’at. Ia juga tidak termasuk dalam ayat: “Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian warisan untuk)anak-anakmu. Yaitu: bagian anak lelaki sama dengan dua bagian orang anak perempuan” (An-Nisa 4:11)
Karena anak hasil zina tidak berhak mendapatkan warisan menurut ‘ijma’ maka ia juga tidak termasuk dalam ayat ini,(Al Hafizh Imamuddin Ismail bin Katsir. Tafsirul Qur’anil Azhim 1:510).

Mahram sebab susuan
Mahram sebab susuan ada tujuh. Sama seperti mahram sebab keturunan, tanpa pengecualian. Inilah pendapat yang dipilih setelah ditahqiq (diteliti)oleh Al Hafizh  Imamuddin Ismail bin Katsir. Nabi Muhammad SAW bersabda : “ Darah susuan mengharamkan seperti apa yang diharamkan oleh darah keturunan”(HR. Al Bukhari dan Muslim).
Al-Qur’an menyebutkan secara khusus dua bagian mahram sebab susuan: “ 1 dan ibu-ibumu yang menyusui kamu; 2. Dan saudara-saudara perempuan sepersusuan.” (An-Nisa 4:23).

Mahram sebab perkawinan
Mahram sebab perkawinan ada tujuh. “dan ibu-ibu istrimu(mertua)” (An-Nisa 4:23) “Dan istri-istri anak kandungmu (menantu)” (An-Nisa 4:23) “Dan anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dan istri yang telah kamu campuri” (An-Nisa 4:23).
Menurut jumhurul ulama termasuk juga anak tiri yang tidak dalam pemeliharaannya. Anak tiri menjadi mahram jika ibunya telah dicampuri, tetapi jika belum dicampuri maka dibolehkan untuk menikahi anaknya. Sedangkan ibu dari seorang perempuan yang dinikahi menjadi mahram hanya sebab akad nikah, walu si puteri belum dicampuri, kalau sudah akad nikah maka si ibu haram dinikahi oleh yang menikahi puteri itu.
“dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu (ibu tiri)”(An-Nisa 4:22). Wanita yang dinikahi oleh ayah menjadi haram bagi anak nya hanya dengan akad nikah, walaupun belum dicampuri oleh ayanya, maka anaknya tak boleh menikahi ibu tirinya.
“dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara”(An-Nisa 4:23) Rasulullah SAW melarang menghimpun antara perempuan dengan bibinya dari pihak ayah. Nabi bersabda : “ tidak boleh perempuan dihimpun  dalam perkawinan antara saudara perempuan dari ayah atau ibunya “ (HR. Al Bukhari dan Muslim).
Jadi, keponakan (perempuan) tidak boleh dihimpun dengan bibinya dalam perkawinan., demikian pula bibi tidak boleh dihimpun dengan keponakan perempuan dalam perkawinan. Secara mudah, bibi dan keponakan perempuan tidak boleh saling jadi madu.
Mahram disebabkan keturunan dan susuan bersifat abadi, selamanya, begitu pula sebab pernikahan. Kecuali, menghimpun dua perempuan bersaudara, menghimpun perempuan dengan bibinya, yaitu saudara perempuan dari pihak ayah atau ibu, itu bila yang satu meninggal lalu ganti nikah dengan yang lain, maka boleh, karena bukan menghimpun dalam keadaan sama-sama masih hidup. Dzun nurain , Utsman bin Affan menikahi Ummu Kultsum setelah Ruqayyah wafat, kedua-duanya adalah anak nabi SAW.

Wanita yang bersuami
Allah mengharamkan mengawini wanita yang masih bersuami. “Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami” (An-Nisa 4:24). Perempuan-perempuan selain yang diatas adalah bukan mahram, halal dinikahkan.”Dan dihalalkan bagi kamu  selain yang demikian (yaitu) mencari itri-istri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina.” (An-Nisa 4:24)

6.      KEWAJIBAN SUAMI DAN ISTRI
            Agar  tujuan pernikahan tercapai, suami istri harus melaksanakan kewajiban hidup berumah tangga sebaik-baiknya dengan niat ikhlas karena Allah semata. Allah SWT berfirman yang artinya: “kaum lakki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atau sebagian yang lain dank arena laki-laki telah menafkahkan sebagian dari harta mereka..”  (Q.S. An-Nisa, 4:34)
            Rasulullah Saw juga bersabda yang artinya: “Suami adalah penanggung jawab rumah tangga suami istri yang bersangkutan” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Secara umum kewajiban suami dan istri adalah sebagai beerikut:
Kewajiban suami.
a) Memberi nafkah, sandang, pangan dan tempat tinggal kepada istri dan anak-anaknya, sesuai dengan kemampuan yang di usahakan secara maksimal. (lihat Q.S. At-talaq, 65:7)
b)    Memimpin serta membimbing istri dan anak-anak, agar menjadi orang yang berguna bagi diri sendiri, keluarga, agama, masyarakat serta bangsa dan negara.
c)Bergaul dengan istri dan anak-anak dengan baik (makruf). Misalnya: sopan dan hormat kepada istri serta keluarganya, menyayangi istri dan anak-anak dengan niat ikhlas karena Allah serta untuk memperoleh ridho-Nya.
d)   Memelihara istri dan anak-anak dari bencana baik lahir maupun batin, duniawi maupun ukhrawi.
e)Membantu istri dalam tugas sehari-hari, terutama dalam mengsuh dan mendidik anak-anak agar menjadi anak yang saleh. Allah SWT berfirman yang artinya: “Hai, orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (Q.S. At-Tahrim, 66:6)

Kewajiban istri:
a)      Taat kepada suami dalam batas-batas yang sesuai dengan ajaran agama islam. Adapun suruhan suaimi yang bertentangan dengan islam tidak wajib di taati.
b)      Memelihara diri serta kehormatan dan harta benda suami, baik dihadapan ataupun di belakangnya.
c)      Membantu suami dalam memimpin kesejahteraan keluarganya.
d)     Menerima dan menghormati pemberian suami walaupun sedikit. Serta mencukupkan nafkah yang di berikan suami, sesuai dengan kekuatan dan kemampuannya, hemat, cermat, dan bijaksana.
e)      Hormat dan sopan pada suami dan keluarganya.
f)       Memelihara, mengasuh dan mendidik anak agar menjadi anak yang saleh.

Hak suami atas istri:
               Abu Hurairah ra. Berkata: bersabda rasulullah Saw ,” jika suami memanggil istrinya untuk tidur bersama, lalu istrinya itu menolak, sehingga semalaman suaminya menjadi marah kepada istrinya, maka para malaikat mengutuk istri itu sampai pagi” (Bukhari Muslim)
               Abu Hurairah ra. Berkata: bersabda rasulullah Saw ,”Tidak dihalalkan bagi seorang istri berpuasa sunat, ketika suaminya dirumah, melainkan dengan izin suaminya. Dan tidak boleh bagi istri mengizinkan orang lain masuk kerumahnya melainkan dengan izin suaminya” (Bukhari Muslim)
               Dari usamah bin zaid ra, dari Nabi SAW. Beliau bersabda: “tiada ku tinggalkan sesudah matiku suatu fitnah (ujian) yang lebih berbahaya bagi lelaki dari pada fitnah perempuan.” (Bukhari Muslim)


DAFTAR PUTAKA


Syamsuri,Drs.H, Pendidikan Agama Islam untuk SMA Kelas XII,Penerbit Erlangga,Jakarta: 2007

Nasrul Umam Syafi’ dan Ufi Ulfiah, Ada Apa dengan Nikah Beda Agama, QultumMedia,Depok: 2004

Yaljan, Dr. Miqdad, Potret Rumah Tangga Islami,Qisthi press, Jakarta Timur: 2007

Tafsirul  Qur’anil Azhim, Ibnu Katsir

Fathul Qadir, Asy-Syaukaniy